Di kehidupan sosial, kita banyak mempunyai teman yang berbeda latar belakang, beda budaya, beda keyakinan dan bahkan beda kemampuan. Semuanya itu tentunya akan memperkaya sudut pandang kita tentang kehidupan itu sendiri. Kali ini, kita bisa sedikit menilik bagaimana sih kehidupan seorang peyandang disabilitas. Pastinya kita bisa belajar dari hal hal sederhana yang ternyata cukup mengejutkan. Apa saja itu? Simak kisahnya berikut ini.
Beruntung mempunyai seorang teman, Mas Eko, biasa saya panggil dia. Masih muda dan sudah beristri, namun belum dikaruniai anak. Dia seorang peyandang disbilitas yaitu tuna netra sejak lahir. Meski demikian, dia seorang yang cukup aktif beraktifitas. Dari dia saya banyak belajar – Mas Eko yang saya kenal tidak pernah mengeluh atau sedih dengan keadaannya. Kehidupan mereka sederhana, mereka berdua juga berprofesi sebagai tukang pijat seperti jamaknya peyandang disabilitas tuna netra.
Pernah suatu ketika, ditanya iseng, “Pak Eko kalau mimpi gimana? Mimpinya apa?”. Ditanya bagaimana gambaran dia ketika bermimpi. Ternyata jawaban dia mengejutkan saya. Gambaran mimpi dia adalah sama seperti yang dia jalani sehari-hari, di dalam mimpi dia tidak melihat (alias gelap), hanya suara suara, bau atau sense dari indra lainnya. Oh…saya tertegun mendengar jawabannya.
Kemudian saat ditanya, jika suatu hari Mas Eko dikasih kesempatan bisa melihat sekali saja seumur hidup, tapi kemudian tertutup kembali indra penglihatannya – apa yang ingin Mas Eko lihat? Tahu jawaban dia? Bukan ingin melihat istrinya, atau ingin melihat dirinya sendiri. Tetapi dia ingin melihat laut. Oh laut, kenapa, tanya saya selanjutnya? Ternyata karena dia sering mendengar teman-teman bercerita bahwa pemandangan paling indah adalah laut.
Salah satu hal menarik yang paling saya ingat dari dirinya adalah ketika dia membuat karya dari tanah liat (keramik). Ketika itu dia berdampingan hidup bersebelahan dengan seniman yang bekerja dari tanah liat. Jadi di sela waktu senggangnya, dia ikutan nongkrong di studio si seniman dan sampai pada akhirnya dia berminat membuat karya dari tanah liat sendiri. Dan ternyata dia membuat binatang Gajah di karya keramik perdananya tersebut.
Lalu bagaimana dia bisa menggambarkan bentuk Gajah padahal dia tidak bisa melihat? Menurut ceritanya, ia pernah naik Gajah 15 tahun lalu. Dan ia bisa mengingat bentuk binatang besar itu dari indra rabanya. Bagaimana kakinya yang besar, telinga yang hampir menyentuh kaki. Sementara untuk telinga Gajah, ia mendapat gambaran saat ia makan kudapan tradisional kuping gajah. Dan untuk taringnya ia mendapat info dari teman bahwa si Gajah memiliki taring diantara belalainya.
Karya dan cerita di balik karya ini sangat unik juga menyentuh hati. Saya request untuk saya koleksi, Mas Eko mengiyakan hanya dengan syarat menukarnya dengan 2 bungkus rokok kegemarannya. Sudah itu saja, dia sudah bahagia. Beberapa bantuan-bantuan kecil seperti membelikan kebutuhan dia di warung, itu sudah sangat membantunya.
Demikian sekelumit cerita kehidupan kali ini, belajar dari seorang teman yang sederhana dan dengan segala keterbatasannya. Pemikiran dia, cara dia beraktifitas, cara dia bersosialisasi membuat saya kadang terkejut tapi juga penuh senyuman. Bersama Mas Eko, nampaknya hidup itu tetap bahagia meski dunia dia gelap, bisa bercanda meski hidup dia tidak mudah. Tetap bersyukur dan terus bersyukur dengan apa yang sudah Tuhan berikan di kehidupan kita.